A.
Pengertian Kebijakan Pendidikan Nasional
Kebijakan pendidikan adalah suatu
penilaian terhadap system nilai dan faktor – faktor kebutuhan situasional, yang
dioperasikan dalam sebuah lembaga perencanaan umum panduan dalam mengambil
keputusan, agar tujuan pendidikan yang dinginkan bisa dicapai. Kebijakan
pendidikan adalah suatu produk yang dijadikan sebagai panduan pengambilan
keputusan yang legal – netral dan disesuaikan dengan lingkungan hidup
pendidikan secara moderat.
B.
Visi dan Misi Pendidikan Nasional
Visi pendidikan nasional :
Mewujudkan
sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang
berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu
berubah.
Misi
Pendidikan Nasional :
(1)
mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang
bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia
(2)
meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional,
regional, dan internasional
(3)
meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan
global
(4)
membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak
usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar
(5)
meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk
mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral
(6)
meningkatkan keprofesionalan lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu
pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan sikap.
C.
Fungsi Kebijakan Pendidikan Nasional
Kebijakan
diperoleh melalui suatu proses pembuatan kebijakan. Pembuatan kebijakan (policy
making) adalah terlihat sebagai sejumlah proses dari semua bagian
dan berhubungan kepada sistem sosial dalam membuat sasaran sistem. Proses
pembuatan keputusan memperhatikan faktor lingkungan eksternal, input (masukan),
proses (transformasi), output (keluaran), dan feedback (umpan balik) dari
lingkungan kepada pembuat kebijakan. Berkaitan dengan masalah ini, kebijakan
dipandang sebagai: (1) pedoman untuk bertindak, (2) pembatas prilaku, dan (3)
bantuan bagi pengambil keputusan (Pongtuluran, 1995:7).
Berdasarkan
penegasan di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan dibuat untuk menjadi
pedoman dalam bertindak, mengarahkan kegiatan dalam organisasi untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, kebijakan merupakan garis umum
untuk bertindak bagi pengambilan keputusan pada semua jenjang organisasi.
D.
Karakteristik Kebijakan Pendidikan
1.
Memiliki tujuan pendidikan.
Kebijakan
pendidikan harus memiliki tujuan, namun lebih khusus, bahwa ia harus memiliki
tujuan pendidikan yang jelas dan terarah untuk memberikan kontribusi pada
pendidikan.
2.
Memiliki konsep operasional
Kebijakan
pendidikan sebagai sebuah panduan yang bersifat umum, tentunya harus mempunyai
manfaat operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah sebuah
keharusan untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
Apalagi kebutuhan akan kebijakan pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan
keputusan.
3.
Dibuat oleh yang berwenang
Kebijakan
pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di bidangnya yang memiliki
kewenangan untuk itu, sehingga tak sampai menimbulkan kerusakan pada pendidikan
dan lingkungan di luar pendidikan
4.
Dapat dievaluasi
Kebijakan
pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang sesungguhnya untuk
ditindak lanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan
jika mengandung kesalahan, maka harus bisa diperbaiki. Sehingga, kebijakan
pendidikan memiliki karakter dapat memungkinkan adanya evaluasi secara mudah
dan efektif.
6.
Memiliki sistematika
Kebijakan
pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem juga, oleh karenanya harus memiliki
sistematika yang jelas menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya.
E.
Unsur-unsur
Pokok Kebijakan Pendidikan
Kerangka
analisis yang ditujukan pada proses kebijakan mencakup paling tidak mengandung
empat unsur yang harus diperhatikan, yaitu: (1) unsur masalah; (2) tujuan; (3)
cara kerja atau cara pemecahan masalah; dan (4) otoritas publik. Unsur masalah
berkaitan dengan pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kesehatan masyarakat,
pengembangan wilayah, hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan,
perpajakan, kependudukan dan lain-lain. Unsur tujuan berkenaan dengan sasaran
yang hendak dicapai melalui program-program yang telah ditetapkan oleh negara.
Unsur cara kerja berkaitan dengan prosedur logis dan sistematis berdasarkan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Unsur otoritas berkenaan dengan
aparatur yang diberi kepercayaan untuk melakukan aktivitas pemerintahan.
Aspek
yang harus dikaji dalam analisis kebijakan pendidikan adalah konteks kebijakan.
Ini harus dilakukan karena kebijakan tidak muncul dalam kehampaan, melainkan
dikembangkan dalam konteks seperangkat nilai, tekanan, kendala, dan dalam
pengaturan struktural tertentu. Kebijakan juga merupakan tanggapan terhadap
masalah-masalah tertentu, kebutuhan serta aspirasi yang berkembang.
Aspek
selanjutnya adalah pelaku kebijakan. Aktor kebijakan pendidikan bisa dikategorikan
menjadi dua, yaitu: para pelaku resmi dan pelaku tak resmi. Pelaku resmi
kebijakan pendidikan adalah perorangan atau lembaga yang secara legal memiliki
tanggungjawab berkenaan dengan pendidikan. Aktor tak resmi kebijakan pendidikan
adalah individu atau organisasi yang terdiri dari kelompok kepentingan, partai
politik, dan media.
Selanjutnya,
dalam memahami suatu proses kebijakan, terdapat aspek yang sangat penting yaitu
implementasi kebijakan. Tolok ukur keberhasilan suatu kebijakan adalah pada
tahap implementasi. Implementasi kebijakan dapat disebut sebagai rangkaian
kegiatan tindak lanjut setelah sebuah kebijakan ditetapkan.
Berhasil
atau tidaknya suatu kebijakan akan ditentukan oleh banyak factor, yaitu (1)
kompleksitas kebijakan yang telah dirumuskan, (2) kejelasan rumusan masalah dan
alternatif pemecahan masalah, (3) sumber-sumber potensial yang mendukung, (4)
keahlian pelaksanaan kebijakan, (5) dukungan dari khalayak sasaran, (6)
efektifitas dan efisiensi birokrasi. Keberhasilan atau kegagalan implementasi
kebijakan dapat dievaluasi kemampuannya secara nyata dalam mengoperasikan
program-program yang telah dirancang sebelumnya. Sebaliknya proses implementasi
kebijakan dievaluasi dengan cara mengukur dan membandingkan antara hasil akhir
program-program tersebut dengan tujuan-tujuan kebijakan
F.
Implementasi Kebijakan Pendidikan
Contoh
beberapa langkah program yang telah dijalankan di beberapa daerah, berkaitan
dengan kebijakan pendidikan dalam rangka peningkatan mutu berbasis sekolah dan
peningkatan mutu pendidikan berbasis masyarakat diimplementasikan sebagai
berikut :
(1) Telah berlakunya UAS dan UAN
sebagai pengganti EBTA /EBTANAS
(2) Telah dibentuknya Komite
Sekolah sebagai pengganti BP3.
(3) Telah diterapkan muatan lokal
dan pelajaran ketrampilan di sekolah SLTP
(4) Dihapuskannya sistem Rayonisasi dalam
penerimaan murid baru
(5) Pemberian insentif kepada guru-guru negeri
(6) Bantuan dana operasional sekolah, serta
bantuan peralatan praktik sekolah
(7) Bantuan peningkatan SDM sebagai contoh
pemberian beasiswa pada guru untuk mengikuti program Pascasarjana.
Daftar Rujukan
Ñ
111-pengantar-analisis-kebijakan-pendidikan.html
(diakses tgl 19 Maret 2013)
Ñ
http://oktaseiji.wordpress.com/2011/04/24/kebijakan-pendidikan-di-indonesia/ (diakses tgl
20 Maret 2013)
Ñ
http://cruzadercruzer.blogspot.com/2010/04/analisis-kebijakan-pendidikan.html (diakses tgl 20 Maret 2013)
Ñ
http://pendidikanberkarakterpramonosigit.wordpress.com/2013/01/17/kebijakan-pendidikan/ (diakses tgl 19 Maret 2013)